Drona lahir dalam keluarga brahmana (kaum pendeta Hindu). Ia adalah putera dari pendeta Bharadwaja, lahir di kota yang sekarang disebut Dehradun (modifikasi dari kata dehra-dron, guci tanah liat), yang artinya bahwa Drona atau Durna berkembang di luar tubuh manusia, yakni dalam Droon (tong atau guci).
Pada suatu hari, Bharadwaja pergi bersama rombongannya menuju Gangga untuk mensucikan diri. Di sana ia melihat bidadari yang sangat cantik datang untuk mandi. Sang pendeta tidak mampu menguasai nafsunya sehingga menyebabkannya mengeluarkan air mani yang sangat banyak. Kemudian dia menampung air mani tersebut dalam sebuah pot atau drona, dan dari cairan tersebut Drona kemudian lahir dan dirawat.
Drona menghabiskan masa mudanya dalam kemiskinan, ia belajar agama dan militer bersama-sama dengan pangeran dari Kerajaan Panchala bernama Drupada. Drupada dan Drona kemudian menjadi teman dekat dan Drupada, dalam masa kecilnya yang bahagia, berjanji untuk memberikan setengah kerajaannya kepada Drona pada saat menjadi Raja Panchala.
Drona menikah dengan Krepi, adik Krepa, guru dari kerajaan Hastinapura. Dari hasil pernikahan mempunyai putera bernama Aswatama.
Berguru pada Parasurama
Mengetahui bahwa Parasurama akan menularkan ilmu yang dimilikinya kepada para brahmana, Drona ingin ikut berguru. Namun ketika Drona datang, Parasurama telah memberikan segala ilmunya kepada brahmana yang lain. Merasa terharu oleh keteguhan hati Drona, Parasurama memutuskan untuk menularkan ilmu peperangan kepada Drona.
Drona dan Drupada
Demi kebutuhan hidup istri dan puteranya, Drona ingin terbebas dari kemelaratannya. Teringat kepada janji Drupada, Drona berkehendak memohon pertolongan. Namun sang Raja Drupada mengingkari pernah mempunyai janji kepada Drona
dan malahan memperlakukan Drona secara semena-mena. Untuk itulah, Drona pada akhirnya dendam dan berniat menuntut balas kepada Drupada.
Drona berangkat ke Hastinapura dengan harapan dapat mendirikan sekolah seni militer bagi para pangeran muda dengan meminta pertolongan Raja Dretarastra. Pada suatu hari, ia melihat banyak anak muda, yaitu para Korawa dan Pandawa yang sedang mengelilingi sumur. Ia bertanya kepada mereka tentang masalah apa yang terjadi, dan Yudistira, si sulung, menjawab bahwa bola mereka jatuh ke dalam sumur dan mereka tidak mengerti cara mengambilnya kembali.
Drona tertawa, dan menasihati mereka karena tidak berdaya menghadapi masalah yang sepele. Yudistira menjawab bahwa jika Sang Brahmana (Drona) mampu mengambil bola tersebut maka Raja Hastinapura pasti akan memenuhi segala keperluan hidupnya. Pertama Drona melempar cincin kepunyaannya, mengumpulkan beberapa mata pisau, dan merapalkan mantra Weda. Kemudian ia melempar mata pisau ke dalam sumur seperti tombak. Mata pisau pertama menancap pada bola, dan mata pisau kedua menancap pada mata pisau pertama, dan begitu seterusnya, sehingga membentuk sebuah rantai. Perlahan-lahan Drona menarik bola tersebut dengan tali.
Dengan keahliannya yang membuat anak-anak sangat terkesima, Drona merapalkan mantra Weda sekali lagi dan menembakkan mata pisau itu ke dalam sumur. Pisau itu menancap pada bagian tengah cincin yang terapung kemudian ia menariknya ke atas sehingga cincin itu kembali lagi. Karena terpesona, para bocah membawa Drona ke kota dan melaporkan kejadian tersebut kepada Bisma, kakek mereka.
Bisma segera sadar bahwa dia adalah Drona, dan dengan keberaniannya telah memberi contoh, Bhisma kemudian menawarkan agar Drona mau menjadi guru bagi para pangeran Kuru dan mengajari mereka seni peperangan. Kemudian Drona membangun sekolah di dekat kota, dimana para pangeran dari berbagai kerajaan di sekitar negeri datang untuk belajar di bawah bimbingannya.
Saat para Korawa dan Pandawa menamatkan pendidikannya, Drona menyuruh agar mereka menangkap Raja Drupada yang memerintah Kerajaan Panchala dalam keadaan hidup-hidup. Duryodana, Dursasana, Wikarna, dan Yuyutsu mengerahkan tentara Hastinapura untuk menyerang Kerajaan Panchala, sementara Pandawa pergi ke Kerajaan Panchala tanpa pasukan perang. Arjuna menangkap Drupada serta membawanya ke hadapan Drona. Drona sesuai janji Drupada pada masa mudanya, mengambil separuh dari wilayah kekuasaan Drupada, dan separuhnya lagi dikembalikan kepada Drupada.
Drupada tidak bisa menerima perlakuan Drona. Dengan dendam membara, Drupada melaksanakan persembahan agar dianugerahi seorang putera yang akan membunuh Drona dan seorang puteri yang akan menikahi Arjuna. Maka, lahirlah Drestadyumna, pembunuh Drona dalam peranh Bharatayuddha kelak, dan Dropadi, yang menikahi Arjuna dan para Pandawa.
Karakteristik Drona
Ketika mudanya, Durna bernama Bambang Kumbayana. Ketika itu Resi Durna begitu gagah dan tampan. Pakaian yang dikenakan Bambang Kumbayana selalu mewah dan meyakinkan. Tetapi ketampanannya menjadi hilang setelah dia dihajar habis-habisan oleh patih Gandamana. Resi Durna selalu berkostum jubah Pandhita.. Durna dikenal dengan watak ‘bermuka dua’ dan penuh prasangka buruk, meski ia menganggap dirinya sebagai pandhita, namun. Drona juga dikenal sangat suka mendatangi para muridnya, agar dihormati oleh murid-murid dan keluarganya. Semua kebutuhannya disediakan.. Di balik jubahnya itu, Durna suka menyalahgunakan kebaikan setiap orang yang minta pertolongan, untuk kepentingan Durna sendiri Durna sering bercerita tentang keberhasilannya dalam menolong sesama, sehingga para tamunya terbius oleh bujukannya. Ia madeg sebagai paranormal, memang hanya untuk mengeruk keuntungan. Namun resminya, Durna adalah penasihat spiritual Astina dan Pandawa.