Parikesit Jumeneng Ratu
Raden Parikesit merupakan putera dari Raden Angkawijaya dengan Dewi Utari. Parikesit dilahirkan sesudah perang Baratayudha. Dia Benar-benar sangat disayangi oleh ke lima Pandawa. Pada saat ia bayi selalu di cari oleh Aswatama, untuk dibunuh lantaran Parikesitlah yang dimasa akan datang bakal menguasai negeri Hastinapura. Namun dengan tidak disengaja, Parikesit menendang panah yang di taruh buat menjaganya dan seketika mengenai Aswatama. Tersungkurlah Aswatama hingga menemui ajal terakhirnya. Lalu, Parikesit bertahta sebagai raja di Hastinapura, bernama Prabu Kresnadipayana, seperti nama buyut, Prabu Kresnadipayana (Abyasa). Tokoh Parikesit terhitung wayang penutup dalam wayang Purwa. Kemudian disambung zaman Madya, juga bernama wayang Madya, serta Parikesit permulaan cerita dari wayang Madya.Parikesit terhitung cerita terakhir dari wayang Purwa, dan cuma sedikit memainkannya.
Parikesit memperoleh kehormatan berbentuk Kekuasaan serta “Power” tidaklah dia yang menginginkan apalagi berambisi untuk merebutnya. Sistem naik tahta Parikesit diawali jauh sebelum saat dia dilahirkan di muka bumi. Dalam cerita carangan pewayangan (bukan hanya versus asli Mahabarata Hindia), sekurang-kurangnya diawali dari kerja keras serta perjuangan berat Abimanyu saat masih menjadi perjaka (Abimanyu yaitu bapak parikesit ) untuk memperoleh wahyu JayaNingrat (Cakra Ningrat?) anugerah dari Yang Maha Tunggal melalui beberapa dewa di kayangan. Konon, siapa saja yang memperoleh wahyu ini keturunan yang berkaitan bakal memperoleh keluhuran serta kejayaan dalam hidupnya. Saat berita bakal turunnya wahyu ini menyebar, maka beberapa kesatria berupaya dengan semua daya serta kemampuan yang dimilikinya untuk memperoleh wahyu itu. Tak terkecuali Lesmana Mandrakumara, anak Kurupati, Samba anak Kresna, serta Abimanyu putra Harjuna. Beragam halangan serta godaan mesti mereka hadapi baik godaan untuk menguji fisik berbentuk ketangkasan serta keprigelan olah kanuragan, siksaan batin dengan bertapa berbulan – bulan hingga godaan syahwat berwujud wanita penggoda nan cantik rupawan. Serta pada perebutan wahyu itu, Abimanyulah yang lalu memenangkannya
Tetapi lalu Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuda lantaran melindungi Puntadewa yang diserang oleh pasukan Kurawa,Puntadewa yang merasa bersalah, sedih luar biasa atas tewasnya Abimanyu. Dalam penyesalan yang amat dalam in, dia bersumpah di hadapan seluruh jagad raya bahwa kelak setelah perang ini selesai dan jika Pandawa berhasil keluar sebagai pemenang, tiada lain yang patut naik tahta kerajaan dengan keluhuran dan kejayaan selain keturunan Abimanyu. Sumpah ini didengar seluruh jagad dan direstui Gusti Yang Maha Menentukan. maka hak akan tahta berpindah ke tangan putera Abimanyu, yang kebetulan lahir bertepatan dengan usainya perang Bharatayuda. Sesaat tampuk pimpinan kerajaan Astina ada ditangan Puntadewa, lalu Prabu Baladewa atau Begawan Curiganata ditugaskan untuk mendidik serta membina Parikesit sebagai putra mahkota.
Parikesit diangkat jadi Raja Astina lewat sistem pendadaran atau mungkin sistem kaderisasi serta pergantian yang disiapkan dengan cara masak. Suatu suksesi yang terpogram, damai, menawan serta tiada gejolak. Ajaran “Kautamaning Prabu” diberikan serta diwariskan oleh Pandawa pada Parikesit sampai sistem pergantian serta suksesi itu berjalan alami serta damai.
BENTUK WAYANG
Parikesit bermata jaitan, hidung mancung. Berjamang dengan garuda membelakang besar, bersunting. sekar kluwih, rambut terurai udalan. Berkalung putran bulan sabit. Bergelang, berpontoh serta berkeroncong. Kain katongan.
pada lakon parikesit jumeneng ratu, dia sempat dimusuhi oleh pancawala lantaran pancawala cucu prabu puntodewo di hasut serta di profokatori oleh anaknya sangkuni bahwa dialah yang sebenarnya berhak bertahta menjadi raja atau ratu. Namun berkat pamongnya yakni semar, pada akhirnya dinasehati sehingga berakhir dengan aman dan tentram. Anak sangkuni di hukum mati dengan cara tangan kanan serta kiri diikat ke dua kuda dan badannya terbelah menjadi dua
Demikianlah perjalanan Parikesit hingga naik tahta kerajaan Hastinapura saat itu. Terbersit hikmah bahwa kekuasaan dan kejayaan seharusnya bukanlah jalan untuk kenikmatan dan kepuasaan pribadi yang perlu direbut dengan ambisi. Dan bahwa proses panjang perjuangan yang kita lakoni dalam hal apapun belum tentu akan kita pula yang mendapatkan balasannya secara langsung. Pandawa dan Abimanyu mengajarkan hal ini. Tugas, perjuangan dan apapun yang kita jalankan dengan hati bening dan tanpa ambisi seharusnya sudah merupakan hadiah dan keluhuran jika kita benar dalam menyikapinya. Dalam agamapun, kita diajarkan untuk berjuang berusaha dan berdoa. Perkara hasil, bukan lagi domain kita. Bahkan dalam Islam, niat baik saja – belum lagi sampai kepada pelaksanaan niat baik – sudah diganjar dengan satu pahala. Bukti betapa proses itu sendiri sudah merupakan hadiah.
Wallahualam bissawab…