Rabu, 05 Maret 2014

Filosofi Wayang Petruk

Filosofi Wayang Petruk

Wayang Petruk

PETRUK adalah anak Gandarwa (sejenis Jin) dan merupakan anak angkat Semar yang kedua setelah Gareng. Petruk mempunyai julukan Kanthong Bolong (suka berderma), Doblajaya (pandai). Dan memang Petruk adalah yang paling pandai diantara kedua saudaranya.

Petruk tinggal di Pecuk Pecukilan. Ia mempunyai satu anak dari istri bernama Dewi Undanawati. Anak Petruk bernama Bambang Lengkung Kusuma (seseorang yang tampan). Petruk mempunyai sifat momong ( mengasuh ), momot (pintar menyimpan rahasia), momor (berlapang dada saat dikritik), mursid ( mengerti dan paham pada apa yang dikehendaki tuannya) serta murakabi ( bermanfaat untuk sesama)

Alkisah, suatu hari Pandawa kehilangan jimat Kalimasada. Jimat itu dicuri oleh Mustakaweni. Akibat hilangnya jimat tersebut, keangkaramurkaan timbul dimana-mana. Kemudian diutuslah Bambang Irawan dan Bambang Priyambodo (anak-anak Arjuna) disertai Petruk untuk merebut jimat tersebut. Dengan berbagai macam upaya akhirnya mereka bertiga mampu pula merebut jimat tersebut.

Ternyata Adipati Karna juga berhasrat untuk memiliki jimat tersebut. Diam-diam ditusuknya Petruk dengan keris pusaka Kyai Jalak miliknya. Petruk mati. Tapi berkat kesaktian ayahnya (Gandarwa) akhirnya Petruk dihidupkan kembali. Oleh ayahnya, Petruk dibantu untuk merebut kembali jimat Kalimasada. Gandarwa beralih rupa menjadi Duryudana.

Ketika Adipati Karna bertemu Duryudana, jimat Kalimasada diserahkan kepadanya. Tapi alangkah terkejutnya Adipati karna ketika mengetahui bahwa tokoh yang dianggap Duryudana ternyata hanyalah jelmaan gandarwa, ayah Petruk. Bagaimanapun nasi telah menjadi bubur. Jimat telah beralih tangan pada Gandarwa.

Oleh Gandarwa, jimat diserahkan kembali kepada Petruk serta berpesan agar Petruk menyimpan jimat tersebut diatas kepalanya. Aneh bin ajaib. Setelah Petruk melaksanakan pesan ayahnya, Petruk berubah menjadi seorang yang sakti mandraguna, tidak mempan tertembus senjata apapun. Bahkan Adipati Karna yang berniat merebut kembali senjata itu, dapat dikalahkannya.Akhirnya Petrukpun mengembara (terpisah dari tuannya bambang Irawan). Ditaklukkannya satu demi satu negara yang dilewatinya.Termasuk pula negara Ngrancang Kencana. Dan disana, Petruk mengangkat dirinya menjadi raja dengan sebutan Prabu Wel Geduwel Beh.

Seluruh negara telah ditaklukkan, kecuali Pandawa, Mandura serta Dwarawati. Namun pada akhirnya, Pandawa serta Mandura dapat dikalahkan. Prabu Kresna, penguasa kerajaan Dwarawati menyerahkan persoalan kepada Semar agar supaya kerajaan Dwarawati tidak jatuh ketangan prabu Wel Geduwel Beh. Oleh Semar, Gareng dan Bagong diutus untuk menghadapi Prabu Wel Geduwel Beh

Terjadi pertempuran antara Bagong, Gareng dan Prabu Wel Geduwel Beh. Setelah pertempuran berlangsung sekian lama, belum tampak siapa yang menang dan siapa yang kalah.Keringat telah  bercucuran. Saat itulah, Bagong dan Gareng dapat mengenal siapa sejatinya Prabu Wel Geduwel Beh setelah membaui bau khas keringat Prabu Wel Geduwel Beh, yang diyakini bahwa itu adalah bau keringat saudaranya, Petruk.

Akhirnya, peperangan tidak lagi dilanjutkan. Malahan Bagong dan Gareng mengajak Prabu Wel Geduwel Beh bercanda dan berjoged bersama dengan berbagai macam lagu dan tari. Tentu saja, lambat laun Prabu Wel Geduwel Beh lupa pada statusnya sebagai raja dan kembali menunjukkan watak aslinya sebagai PETRUK. Oleh Gareng dan Bagong, Prabu Wel Geduwel Beh ditangkap dan digelitik  hingga berubah menjadi wujud aslinya.

Sesudah terbuka semuanya, Kresna bertanya kepada Petruk kenapa dia melakukan semua ini. Petruk beralasan bahwa aksi tersebut untuk mengingatkan kepada tuannya untuk memperhitungkan semua tindakan yang akan dikerjakan. Tidak bregudal-bregudul menuruti kemauannya sendiri. Misalnya, waktu membangun Candi Sapta Arga, kerajaan dibiarkan kosong hingga jimat Kalimasada dapat dicuri. Petruk juga mengingatkan kepada Bambang Irawan agar tidak mudah percaya pada orang. Dan berharap agar bambang Irawan lebih bertanggungjawab dalam melaksanakan segala tugas dan kewajibannya. Tidak sombong dan merendahkan rakyat kecil. Karena jika rakyat kecil sudah memberontak bisa berbahaya bagi kelangsungan hidup berkenegaraan.

bagaimanapun, Petruk tahu dia telah bersalah. dan meminta maaf kepada Pandawa. Pandawa memaafkan kesalahannya sekaligus dengan lapang dada menerima saran dan nasehat Petruk

Kesimpulan dari cerita tersebut diatas, bahwa budi dan watak tidak bisa dilihat hanya dari tampilan, tetapi harus dengan tindakan nyata. Seseorang harus bertanggungjawab pada segala tugas dan tanggung jawab yang telah diamanahkan kepadanya. Harus berwatak ksatria., dalam arti jika bersalah harus rela meminta maaf. Serta harus mempunyai perhitungan yang matang dalam pengambilan segala macam keputusan apapun. Dan tidak grusa-grusu..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar