Kamis, 25 Desember 2014

Tokoh Wayang Dewi Kunti

Dewi Kunti atau Perta sebenarnya adalah anak dari Surasena, raja wangsa Yadawa. Ketika Kunti masih kecil, ia dipungut anak oleh raja Kuntiboja karena raja tersebut tidak mempunyai anak. Untuk itulah akhirnya namanya berubah menjadi Kunti yang maksudnya adalah anak Kuntiboja. Dewi Kunti bersaudara dengan Basudewa, ayah dari Baladewa, Kresna, dan Sembadra.
Dewi Kunti menikah dengan raden Pandu dan mempunyai tiga orang anak: Yudistira, Bimasena, dan Arjuna. Pada waktu masih muda, Kunti pernah menyalahgunakan ajian Pameling yang dianugerahkan kepadanya untuk memanggil Dewa Surya. Akibatnya, Kunti mendapatkan anugerah seorang anak . Karena Kunti masih belum bersuami maka anak yang masih bayi tersebut dihanyutkan di sungai Gangga. Kelak, seorang kusir kereta bernama Adirata dari negeri Hastinapura memungutnya sebagai anak dan menamainya Basukarno.
Selain Yudistira, Bimasena dan Arjuna, Kunti juga menjadi ibu asuh bagi Nakula dan Sadewa. Nakula dan Sadewa adalah anak Pandu dari istri kedua yaitu Dewi Madrim. Sepeninggal Pandu dan Dewi Madrim, Kunti mengasuh Nakula dan Sadewa sebagaimana anaknya sendiri.

Beberapa hari sebelum perang Bharatayudha dimulai, Kunti mendapatkan pemberitahuan dari Krisna bahwa Adipati Karno adalah putranya dari Btara Surya yang ia hanyutkan di sungai Gangga. Betapa terkejut Kunti tiada terkira. Namun sebenarnya iapun sudah menduga dari anting dan baju yang dipakai Karno. Anting dan baju tersebut adalah pemberian Dewa Surya yang ikut dihanyutkan bersama Karno ketika bayi.
Dengan perasaan yang berkecamuk antara rindu dan perasaan berdosa, Kunti menemui Karno yang sedang bersemedi di tepian sungai Gangga. Dengan sabar ia menunggu hingga Karno menyelesaikan laku semedinya. Perasaannya semakin berkecamuk setelah melihat adipati Karno selesai melakukan persembahan.
Adipati Karno ketika melihat seorang wanita bangsawan cantik sedang menunggunya seketika menghampiri dan menanyakan maksud dan tujuannya.

Perbincangan empat mata antara Kunti dan Basukarno dimulai. Kunti menceriterakan kejadian yang sebenarnya tentang siapa sejatinya Basukarno. Disertai tangisan pilu seorang ibu, Kunti memohon agar Basukarno bersedia berkumpul kembali bersama saudara-saudaranya Pandawa dan berpihak pada Pandawa. Namun jawaban dari Karno membuat hati Kunti semakin teriris. Basukarno menolak permohonan Kunti dan tetap teguh mempertahankan kesetiaannya pada Duryudana, seorang raja Hastina sekaligus sahabat yang telah mengangkat harkat dan martabatnya dari seorang sudra yang dihina dan dicemooh menjadi seorang bangsawan yang mulia. Namun Basukarno memberikan janjinya pada Kunti untuk tidak akan memerangi saudara-saudaranya yang lain selain Arjuna. Hanya akan ada peperangan hidup dan mati antara dirinya dan Arjuna. 

Setelah perang Bharatayudha berakhir, Dewi Kunti berpamitan pada anak-anaknya akan meninggalkan keduniawian dan lebih mendekatkan dirinya pada Sang Hyang Widhi. Bersama-sama dengan sepupunya, Drestarastra dan Gendari, Kunti meninggalkan istana menuju hutan di tepian sungai Gangga. Kunti dan sepupunya meninggal bersamaan terjadinya kebakaran hutan tempat mereka bertapa.

Ciri-ciri fisik Dewi Kunti dalam pewayangan. Dewi Kunti tergolong tokoh putren luruh dengan posisi muka tumungkul. Bermata liyepan, hidung lancip dengan mulut salitan. Bermahkota gulung keling dengan hiasan jamang sadasaler, sumping prabangayun. Ada penggambaran sinom yang menghiasi dahinya.Tubuh berbusana putren dengan memakai semekan, pinjung dan sampir bermotif bludiran. Dodot yang dipakai bermotif parang rusak seling gurdha dengan kain panjang bermotif cindhe puspita. Tokoh ini ditampilkan polos tanpa perhiasan. Umumnya muka dan badan gembleng.

Selasa, 23 Desember 2014

Tokoh Wayang Sengkuni

Sengkuni sebenarnya adalah putra dari raja negara Palasajenar. Ia kelak akan menggantikan sebagai raja. Sewaktu mudanya bernama Harya Suman. Ketika negara Mandura diperintah oleh Prabu Kuntiboja, baginda mengadakan perlombaan memilih calon suami bagi Dewi Kunti. Dengan diikuti adiknya perempuan, Dewi Gendari, Haryo Suman  hendak ikut serta di dalam perlombaan, tetapi terlambat datangnya. Di jalan ia berjumpa dengan Raden Pandu yang telah menang di dalam perlombaan itu. Harya Suman hendak merebut Dewi Kunti dan terjadilah perang tetapi kalah dan menyerahkan adiknya, Gendari, sebagai penebus kekalahannya itu. Setibanya di Astina, Dewi Gendari dikawinkan dengan Raden Destarastra. Dewi Gendari marah karena sebenarnya ia ingin diperistri oleh Pandu. Harya Sumanpun berjanji untuk membantu Dewi Gendari melampiaskan sakit hatinya.

Dalam pewayangan Jawa, pada mulanya Harya Suman berwajah tampan. Ia mulai menggunakan nama Sengkuni setelah wujudnya berubah buruk akibat dihajar habis-habisan oleh patih Gandamana pada masa pemerintahan raden Pandu di Hastina. Patih Gandamana tidak terima dirinya difitnah oleh Harya Suman dengan mengatakan kepada raden Pandu bahwa patih Gandamana telah berkhianat dan bersekutu dengan musuh. Setelah berwajah buruk itulah, Harya Suman berubah nama menjadi Sengkuni yang berasal dari kata "saka" dan "uni" yang artinya berubah menjadi buruk akibat ulah mulutnya sendiri.

Setelah Destarastra menjadi raja Astina, Harya Sengkuni diangkat menjadi Patih. Harya Sengkuni pandai berbicara, dan ahli dalam bidang politik dan pemerintahan tetapi ia tidak jujur. Kepandaiannya selalu digunakannya untuk bertipu daya. Tetapi karena kepandaiannya itu, ia berguna juga bagi negara Astina. Adat kelakuan yang demikian menyebabkan terjadinya di dalam bahasa Jawa perumpamaan Seperti Sakuni bagi seseorang yang banyak akalnya dan licik. Karena pandainya menggunakan bahasa dan berputar lidah, kata-kata Sengkuni selalu dalam maksudnya dan bisa menjerat lawannya. Mengingat asal-usulnya, seorang orang yang mulia dan berhak menjadi raja negara Palasajenar, tetapi sesudah ia mengikuti saudara perempuannya yang kemudian diperistri Prabu Destarastra, raja negara Astina yang mempunyai seratus orang anak, maka ia pun memberatkan Astina.

Di negara Astina, Sengkuni mempunyai sahabat karib, ialah Pandita Durna yang bersamaan tabiat dengan dia. Kedua tokoh itu memimpin Astina di dalam keadaan dan persoalan yang sulit-sulit. Di dalam pewayangan mereka umumnya dianggap tokoh-tokoh tak baik, padahal mereka bukan orang-orang sembarangan dan hanya oleh karena mereka berpihak pada Astina, dianggaplah mereka sebagai tokoh-tokoh tak baik. Dalam perang Baratayuda, Sengkuni mati dirobek-robek mulutnya oleh Wrekodara. Namun dalam versi lain, Sengkuni mati oleh senjata kuku pancanaka Wrekudara yang dimasukkan ke lubang dubur Sengkuni. Karena hanya tempat itu satu-satunya kelemahan Sengkuni.
Peristiwa-peristiwa besar yang diaktori oleh Sengkuni antara lain :" Pandawa dadu " dan "Bale sigala-gala"

Sakuni bermata kedondongan, berhidung mungkal gerang, berbentuk batu asahan yang sudah aus, bergigi gusen, berjenggot. Kedua tangannya berlainan bentuk, yang satu tangan raksasa dan yang lainnya menunjuk, seperti tangan dagelan. Bergelang, berpontoh, dan berkeroncong. Kepala berketu udeng. Bersunting kembang kluwih. Berkalung ulur-ulur. Berkain rapekan tentara, bercelana cindai. Dalam cerita Sakuni mengidap sakit napas. Digambar tampak bahu tangan belakang agak naik, menandakan, bahwa orangnya mempunyai sakit napas. Matinya Sakuni melambangkan, bahwa orang pandai bicara yang tak jujur sepantasnya kalau dirobek-robek mulutnya.

Minggu, 07 Desember 2014

Cerita Wayang Wahyu Cakraningrat

Cerita wayang Wahyu Cakraningrat menceriterakan tentang perjalanan tiga orang satriya menempuh marabahaya dalam usahanya untuk dapat memperoleh kekuasaan. Ketiga satriya tersebut adalah raden Lesmana Mandrakumara, raden Samba Wisnubrata dan raden Abimanyu.
Wahyu Cakraningrat sendiri adalah wahyu yang dianggap sebagai syarat untuk mendapatkan kekuasaan tersebut. Konon, siapapun yang mendapatkannya maka keturunannya akan dapat memegang tampuk kekuasaan.

Untuk mendapatkan wahyu cakraningrat ini sendiri tidak mudah karena harus melalui laku tapa brata yang berat.
Semula wahyu Cakraningrat tersebut masuk kedalam tubuh raden Lesmana Mandrakumara yang melakukan tapanya di hutan Gangguwirayang. Namun Lesmana Mandrakumara tidak bisa mengontrol diri ketika muncul godaan dari putri Pamilutsih yang merupakan jelmaan dari dewi Maninten. Akhirnya wahyu cakraningrat keluar dari tubuhnya.

Orang kedua yang mendapatkan kesempatan berkah wahyu cakraningrat adalah raden Samba Wisnubrata. Putra dari prabu Kresna itupun dianggap tidak lulus ketika ujian menghampirinya. Ketika dua orang, lelaki dan perempuan yang mengaku anak dan bapak menghampirinya dan ingin mengikutinya, dengan sikap sombong dan arogan dia mengusir sang bapak karena dianggap sudah terlalu tua untuk mengikutinya. Namun dia merayu anak perempuannya agar bersedia ikut dengannya. Lelaki tua dan anak perempuan itu akhirnya mengaku sebagai jelmaan dari wahyu cakraningrat dan dewi Waminten dan memutuskan bahwa wahyu cakraningrat tidak pantas berada dalam tubuh yang arogan. Dan keluarlah wahyu itu dari tubuh raden Samba.

Wahyu Cakraningrat kemudian masuk ke tubuh Abimanyu sebagai pertapa ketiga. Wahyu itu masuk ketika hari telah menjelang malam. Segera setelah mendapatkan wahyu, raden Abimanyu keluar dari pertapaannya. Tubuhnya segar, wajahnya terlihat berseri-seri bercahaya sebagai tanda wahyu Cakraningrat telah manjing bersatu dengannya. Ketika raden Abimanyu akan kembali pulang ke negerinya Amarta, ditengah jalan dicegat oleh para kurawa yang hendak merebut wahyu cakraningrat. Namun niat itu tidak berhasil dengan baik karena Abimanyu tetap bisa mempertahankan keberadaan wahyu itu dalam dirinya.

Prabu Kresna ketika mengetahui raden Samba anaknya gagal mendapatkan wahyu cakraningrat, berkehendak menikahkan salah seorang putrinya, Dewi Siti Sundari, dengan Abimanyu. Harapannya agar kelak keturunannya dapat menjadi penguasa. Namun dewa berkehendak lain karena Siti Sundari ternyata mandul. Abimanyu hanya mempunyai satu putra yaitu Parikesit dari rahim dewi Utari. Kelak, Parikesit yang akan menjadi penerus tahta kerajaan Astina setelah perang Bharatayudha berakhir. Konon, Parikesit juga dianggap sebagai orang yang telah menurunkan raja-raja yang berkuasa di pulau Jawa.

Jumat, 05 Desember 2014

Cerita Wayang Karno Tanding

Karno tanding adalah pertempuran terbesar dalam perang Bharatayudha. Pertempuran antara adipati Karno disatu sisi melawan Arjuna disisi lain.

Arjuna dan adipati Karno sebenarnya adalah saudara sekandung berlainan ayah. Dilahirkan dari ibu bernama Kunti Nalibronto, Arjuna merupakan anak dari Pandu Dewanata.
Sedangkan adipati Karno lahir karena kesalahan Kunti dimasa mudanya yang telah menyalahgunakan Ajian Pameling untuk memanggil dewa Surya. Oleh dewa Surya, Kunti diberi seorang anak yang dititipkan ke rahimnya.
Merasa malu karena hamil tanpa adanya suami, akhirnya anak yang lahir lewat telinga Kunti tersebut di larung ke sungai Gangga. Kelak anak yang bernama Basukarno tersebut ditemukan oleh seorang kusir kerajaan bernama Adiroto

Karno tanding adalah pertempuran dua saudara kandung berlainan ayah yang mempunyai kepandaian dan kesaktian yang seimbang. Sebelum pertempuran bharatayudha, Kunti telah mempertemukan keduanya dan memohon kepada adipati Karno agar mau bergabung dengan Pandawa untuk melawan Kurawa.  Namun permintaan tersebut ditolak oleh Adipati Karno. Sebagai satriya yang telah dibesarkan dan diangkat derajatnya oleh Duryudana, tidak sepantasnya Karno berkhianat. Adipati Karno merasa telah banyak berhutang budi. Dan kewajiban dia sebagai satriya untuk membalasnya.

"Ibu...Saya tidak dendam kepada ibu yang telah membuang saya ke sungai gangga ketika masih bayi. Itu semua adalah takdir yang harus saya jalani. Namun demikian saya tidak dapat mengabulkan permohonan ibu untuk bergabung dengan saudara-saudara saya Pandawa. Bukan karena saya tidak mencintai mereka. Tapi lebih dikarenakan saya telah berhutang budi kepada Kurawa, khususnya Duryudana. Duryudanalah yang telah membesarkan saya dan mengangkat derajat saya. Saya tidak mau menjadi satriya pengecut yang hanya muncul disaat-saat senang dan lari ketika mereka membutuhkan saya. Apa kata Dewata jika saya melakukan itu. Ma'afkan saya, Ibu..." demikian adipati Karno memberikan penjelasannya.
Seketika suasana haru menyelimuti dada mereka. Tidak ada kata yang terucap selain hanya airmata yang membasahi pipi. Mereka berpelukan lama.

Akhirnya perang Bharatayudhapun pecah. Adipati Karno muncul dengan kereta perangnya dengan prabu Salya sebagai kusirnya. Sementara di pihak lain, Arjuna muncul dengan kereta perang yang dikusiri prabu Kresna.
Ketika pertempuran terjadi, keduanya saling menghujankan anak panah. Tetapi tak satupun mengenai keduanya. Sepertinya keduanya sama-sama tidak tega melukai lawannya. Kadang kala hujan panah antara keduanya berhenti sesaat hanya untuk sekedar saling beradu pandang.

Mengetahui gelagat seperti itu, prabu Kresna yang menjadi sais kereta perang Arjuna mengambil strategi. Ketika Arjuna mulai memasang senjata andalannya panah pasopati ke gendewanya, sontak prabu Kresna menyentak tali kekang kudanya hingga kuda itu bergerak maju kedepan laksana terbang. Seketika panah pasopati melesat tepat menebas leher adipati Karno. Gugurlah anak dewa Surya itu tersungkur ke bumi.
Arjuna marah besar kepada prabu Kresna karena perbuatannya. Karena Arjuna memang tidak pernah berniat untuk mengarahkan pasopati ke adipati Karno.

" Ketika pertempuran semakin lama, akan semakin banyak memakan korban dari kedua belah pihak. Berarti rakyat pula yang nantinya akan menderita.
Ini pertempuran, Dimas. Ketika ada senopati yang gugur, itulah tugas mulia yang telah diembannya." prabu Kresna bertutur dengan bijak.

Pada akhirnya Arjunapun harus pasrah menerima takdir hidupnya sebagai senopati yang telah membunuh saudara kandungnya sendiri.
Inilah perang. Dalam perang selalu akan ada pihak yang tersingkir. Tidak peduli siapa yang benar. Karena kebenaran yang hakiki hanyalah milik Allah SWT semata. Wallahu'alam bishowab.

Sabtu, 16 Agustus 2014

Karakteristik Wayang Dewi Anggraeni



Karakteristik wayang Dewi Anggraeni


Dewi Anggraeni
Dewi Anggraeni merupakan istri dari Prabu Ekalaya, raja Paranggelung. Dia merupakan keturunan dari bidadari Warsiki. Adapun sifat dari Dewi Anggraeni, disamping berwajah cantik, dia bersifat setia, murah hati, baik budi, sabar dan jatmika, menarik hati dan sangat setia kepada suaminya

Alkisah, Arjuna pernah jatuh cinta pada Dewi Anggraeni dan berusaha untuk merayunya. Namun ditolak oleh Dewi Anggraeni dan dilaporkannya perbuatan Arjuna tersebut kepada suaminya. Mendengar laporan istrinya, Prabu Ekalaya merasa cemburu dan marah. Kemudian Prabu Ekalaya menantang Arjuna untuk berkelahi. Dia tidak rela jika istrinya diganggu Arjuna.

Pernah suatu ketika, Prabu Ekalaya ingin berguru kepada Resi Drona tetapi ditolak. Prabu Ekalaya tidak kekurangan akal. Dia membuat patung yang menyerupai Resi Drona yang dianggap sebagai gurunya. Setiap kali akan memulai latihan, Prabu Ekalaya menyembah terlebih dahulu kepada patung Resi Drona seakan-akan dia sedang berhadapan dengan sang Guru sendiri.

Suatu hari, ketika Prabu Ekalaya sedang berlatih di hutan, dia mendengar suara anjing menggonggong. Dan tanpa melihat obyeknya, dia melepaskan anak panah kearah suara berasal. Anak panah tersebut tepat mengenai mulut anjing tersebut. Para Pandawa yang melihat kejadian tersebut melaporkannya kepada Resi Drona.

Resi Drona kemudian menghampiri Prabu Ekalaya. Melihat kedatangan orang yang dikagumi dan dihormatinya sebagai gurunya, Prabu Ekalaya seketika menghaturkan sembah. Namun ternyata ketulusan Prabu Ekalaya tidak mendapatkan sambutan seperti yang diharapkannya. Bahkan Resi Drona menghendaki agar Prabu Ekalaya memotong ibu jari tangan kanannya yang memakai cincin sakti Mustika Ampal. Hal itu sebagai Dhaksina atau wujud dari rasa terimakasih Prabu Ekalaya yang telah menganggap Resi Drona sebagai guru.

Sebagai murid yang berbakti, Prabu Ekalaya menuruti permintaan gurunya. Namun akibat dari itu semua, hilanglah semua kesaktian Prabu Ekalaya. Ketika bertempur dengan Arjuna, dia gugur di tangan Arjuna.

Sementara Dewi Anggraeni, sebagai wujud kesetiaannya sebagai istri sejati, dia rela melakukan bela pati atau bunuh diri untuk membela kehormatan dirinya dan suaminya. Kematian Dewi Anggraeni merupakan wujud kesetiaan istri terhadap suami. Meskipun dia mendapat godaan dan rayuan dari Arjuna, sang lelananging jagad, namun cinta dan kesetiaan Dewi Anggraeni tak tergoyahkan.





 

Kamis, 03 Juli 2014

Cerita Srikandi dalam Dua Versi



Cerita Srikandi Dalam Dua Versi

Srikandi


Dewi Wara Srikandi menurut versi Jawa

Dalam cerita versi pewayangan Jawa, tokoh Wara Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan orang tuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, yang merupakan raja dari kerajaan Cempalareja. Mereka menginginkan lahirnya anak yang normal karena kedua kakaknya, yaitu Dewi Drupadi dan Drestadyumna dilahirkan melalui puja Semedi. Dewi Drupadi dilahirkan lewat bara api pemujaan, sedangkan Drestadyumna dilahirkan melalui asap api pemujaan.

Ciri khas Srikandi : bermata jaitan, bermuka mendongak, mempunyai hidung mancung, bersuara mendencing yang menandakan bahwa dia adalah seorang putri, bersanggul gede, berjamang dengan garuda membelakang. Berkalung bulan sabit, sebagian rambutnya polos menjuntai kebelakang. Memakai kain dodot putren.

Dewi Srikandi mempunyai hobby dalam bidang olah keprawiran dan ahli dalam memainkan senjata panah. Keahlian itu diperolehnya setelah berguru kepada Raden Arjuna.

Pada suatu ketika, Srikandi mendatangi Rarasati untuk belajar memanah karena dilihatnya bahwa Rarasati pernah diajar memanah oleh Raden Arjuna. Namun kemudian pada akhirnya, Arjunalah yang mengajari Srikandi. Dari seringnya pertemuan antara keduanya, timbullah rasa cinta di dalam hati keduanya.

Dewi Srikandi pernah mendapat lamaran dari seorang raja dari kerajaan Parangkubarja, bernama Prabu Jungkungmardea. Namun karena cinta Dewi Wara Srikandi telah tertambat pada Arjuna, larilah dia melaporkan perihal lamaran itu pada Arjuna. Merasa cemburu, Arjuna menantang Prabu Jungkungmardea untuk bertarung. Pertarungan yang tidak seimbang menyebabkan terbunuhnya raja dari kerajaan Parangkubarja tersebut.
Pada akhirnya Dewi Wara Srikandi diperistri oleh Raden Arjuna dengan adat kebesaran.

Ketika terjadi perang Bharatayudha, Dewi Wara Srikandi menjadi panglima perang dari pihak Pandawa menggantikan resi Seta, ksatria Wirata yang telah gugur ketika menghadapi Bhisma. Namun pada akhirnya, Dewi Srikandilah yang dapat membunuh Bhisma dengan menggunakan panah Hrusangkali. Hal ini juga karena kutukan dari Dewi Amba yang dendam kepada Bhisma karena cintanya ditolak. Sebelum meninggal Dewi Amba bersumpah akan  berinkarnasi untuk membunuh Bhisma. 

Dalam akhir riwayatnya, Dewi Srikandi tewas dibunuh Aswatama ketika sedang tidur setelah akhir perang Bharatayuda


Srikandi menurut versi India

Srikandi adalah anak dari raja Drupada yang berjuang di pihak Pandawa ketika terjadi perang di Kuruseta.
Dia telah lahir di masa sebelumnya sebagai seorang bernama Amba yang ditolak cintanya oleh Bhisma. Merasa telah diperhinakan oleh Bhisma, Amba melakukan tapa brata untuk membalas dendam akibat perlakuan Bhisma. Amba kemudian berinkarnasi kepada Srikandi.

Ketika Srikandi lahir, terdengar suara Dewata yang memerintahkan agar ayahnya mendidiknya sebagai laki-laki.
Srikandi pernah menikah dengan seorang wanita.  Namun kemudian, ketika istrinya mengetahui siapa sebenarnya Srikandi, Srikandi mendapatkan kehinaan yang begitu besar dari istrinya.

Srikandi lari dari Pancala dengan maksud hendak bunuh diri. Tetapi diselamatkan oleh seorang Yaksha dan membantunya dengan mengganti alat kelamin Srikandi dengannya. Jadilah Srikandi lelaki tulen. Pada akhirnya, kehidupan perkawinan Srikandi mendapatkan kebahagiaan dengan menurunkan seorang anak.
Setelah meninggal, kejantanan Srikandi dikembalikan kepada yang empunya.

Dalam pertempuran di Kurusetra, Bisma mengenalinya sebagai titisan Dewi Amba. Untuk itulah dia tidak melawan ketika berhadapan dengan Srikandi. Mengetahui itu, Arjuna yang berdiri di belakang Srikandi tidak melepaskan kesempatan itu, dan melepaskan anak panah yang mematikan kepada Bisma.

Rabu, 05 Maret 2014

Filosofi Wayang Petruk

Filosofi Wayang Petruk

Wayang Petruk

PETRUK adalah anak Gandarwa (sejenis Jin) dan merupakan anak angkat Semar yang kedua setelah Gareng. Petruk mempunyai julukan Kanthong Bolong (suka berderma), Doblajaya (pandai). Dan memang Petruk adalah yang paling pandai diantara kedua saudaranya.

Petruk tinggal di Pecuk Pecukilan. Ia mempunyai satu anak dari istri bernama Dewi Undanawati. Anak Petruk bernama Bambang Lengkung Kusuma (seseorang yang tampan). Petruk mempunyai sifat momong ( mengasuh ), momot (pintar menyimpan rahasia), momor (berlapang dada saat dikritik), mursid ( mengerti dan paham pada apa yang dikehendaki tuannya) serta murakabi ( bermanfaat untuk sesama)

Alkisah, suatu hari Pandawa kehilangan jimat Kalimasada. Jimat itu dicuri oleh Mustakaweni. Akibat hilangnya jimat tersebut, keangkaramurkaan timbul dimana-mana. Kemudian diutuslah Bambang Irawan dan Bambang Priyambodo (anak-anak Arjuna) disertai Petruk untuk merebut jimat tersebut. Dengan berbagai macam upaya akhirnya mereka bertiga mampu pula merebut jimat tersebut.

Ternyata Adipati Karna juga berhasrat untuk memiliki jimat tersebut. Diam-diam ditusuknya Petruk dengan keris pusaka Kyai Jalak miliknya. Petruk mati. Tapi berkat kesaktian ayahnya (Gandarwa) akhirnya Petruk dihidupkan kembali. Oleh ayahnya, Petruk dibantu untuk merebut kembali jimat Kalimasada. Gandarwa beralih rupa menjadi Duryudana.

Ketika Adipati Karna bertemu Duryudana, jimat Kalimasada diserahkan kepadanya. Tapi alangkah terkejutnya Adipati karna ketika mengetahui bahwa tokoh yang dianggap Duryudana ternyata hanyalah jelmaan gandarwa, ayah Petruk. Bagaimanapun nasi telah menjadi bubur. Jimat telah beralih tangan pada Gandarwa.

Oleh Gandarwa, jimat diserahkan kembali kepada Petruk serta berpesan agar Petruk menyimpan jimat tersebut diatas kepalanya. Aneh bin ajaib. Setelah Petruk melaksanakan pesan ayahnya, Petruk berubah menjadi seorang yang sakti mandraguna, tidak mempan tertembus senjata apapun. Bahkan Adipati Karna yang berniat merebut kembali senjata itu, dapat dikalahkannya.Akhirnya Petrukpun mengembara (terpisah dari tuannya bambang Irawan). Ditaklukkannya satu demi satu negara yang dilewatinya.Termasuk pula negara Ngrancang Kencana. Dan disana, Petruk mengangkat dirinya menjadi raja dengan sebutan Prabu Wel Geduwel Beh.

Seluruh negara telah ditaklukkan, kecuali Pandawa, Mandura serta Dwarawati. Namun pada akhirnya, Pandawa serta Mandura dapat dikalahkan. Prabu Kresna, penguasa kerajaan Dwarawati menyerahkan persoalan kepada Semar agar supaya kerajaan Dwarawati tidak jatuh ketangan prabu Wel Geduwel Beh. Oleh Semar, Gareng dan Bagong diutus untuk menghadapi Prabu Wel Geduwel Beh

Terjadi pertempuran antara Bagong, Gareng dan Prabu Wel Geduwel Beh. Setelah pertempuran berlangsung sekian lama, belum tampak siapa yang menang dan siapa yang kalah.Keringat telah  bercucuran. Saat itulah, Bagong dan Gareng dapat mengenal siapa sejatinya Prabu Wel Geduwel Beh setelah membaui bau khas keringat Prabu Wel Geduwel Beh, yang diyakini bahwa itu adalah bau keringat saudaranya, Petruk.

Akhirnya, peperangan tidak lagi dilanjutkan. Malahan Bagong dan Gareng mengajak Prabu Wel Geduwel Beh bercanda dan berjoged bersama dengan berbagai macam lagu dan tari. Tentu saja, lambat laun Prabu Wel Geduwel Beh lupa pada statusnya sebagai raja dan kembali menunjukkan watak aslinya sebagai PETRUK. Oleh Gareng dan Bagong, Prabu Wel Geduwel Beh ditangkap dan digelitik  hingga berubah menjadi wujud aslinya.

Sesudah terbuka semuanya, Kresna bertanya kepada Petruk kenapa dia melakukan semua ini. Petruk beralasan bahwa aksi tersebut untuk mengingatkan kepada tuannya untuk memperhitungkan semua tindakan yang akan dikerjakan. Tidak bregudal-bregudul menuruti kemauannya sendiri. Misalnya, waktu membangun Candi Sapta Arga, kerajaan dibiarkan kosong hingga jimat Kalimasada dapat dicuri. Petruk juga mengingatkan kepada Bambang Irawan agar tidak mudah percaya pada orang. Dan berharap agar bambang Irawan lebih bertanggungjawab dalam melaksanakan segala tugas dan kewajibannya. Tidak sombong dan merendahkan rakyat kecil. Karena jika rakyat kecil sudah memberontak bisa berbahaya bagi kelangsungan hidup berkenegaraan.

bagaimanapun, Petruk tahu dia telah bersalah. dan meminta maaf kepada Pandawa. Pandawa memaafkan kesalahannya sekaligus dengan lapang dada menerima saran dan nasehat Petruk

Kesimpulan dari cerita tersebut diatas, bahwa budi dan watak tidak bisa dilihat hanya dari tampilan, tetapi harus dengan tindakan nyata. Seseorang harus bertanggungjawab pada segala tugas dan tanggung jawab yang telah diamanahkan kepadanya. Harus berwatak ksatria., dalam arti jika bersalah harus rela meminta maaf. Serta harus mempunyai perhitungan yang matang dalam pengambilan segala macam keputusan apapun. Dan tidak grusa-grusu..


Minggu, 02 Maret 2014

Lakon Abimanyu Gugur

Lakon Abimanyu Gugur

Lakon Abimanyu Gugur

Akhirnya barisan Pandawa Mandalayuda bisa kembali solid setelah kehadiran Abimanyu di tengah palagan. Amukan Abimanyu di atas punggung kuda Pramugari, seperti banteng terluka. Kuda tunggangan Abimanyu seperti tahu seluruh tekad penunggangnya, berkelebat menangani musuh yang mengurung. Gerakannya gesit seperti sambaran burung sikatan. Olah seluruhpanah yang dipunyai penungangnya untuk menumpas musuh dari jarak jauh, serta keris Pulanggeni untuk merobohkan musuh didekatnya tidak lama telah memakan korban puluhan nyawa.Juga Arya Dursasana yang akan membekuk justru terkena panah Abimanyu. Meskipun tak mempan, tetapi kerasnya pukulan anak panah membuatnya  muntah darah. Lari tunggang langgang Arya Dursasana menjauhi palagan.

Haswaketu yang coba menandingi kesaktian Abimanyu, tewas pula tersambar Kyai Pulanggeni warisan sang bapak, Arjuna. Raungan kesakitan bergema dari mulut Haswaketu membikin jeri kawannya, Prabu Wrahatbala dari Kusala.
Tetapi, Prabu Wrahatbala nekad maju mendekati Abimanyu. keduanya sudah bertemu. Gerakan Wrahatbala yang kalah wibawa dengan Abimanyu yang  muda tetapi gagah berani, membuatnya benar-benar canggung. Tidak berapa lama raga Wrahatbala juga menyusul rekannya tersambar Kyai Pulanggeni.

Tetapi di segi yang lain, berlangsung juga hal yang sama. Bambang Sumitra serta Bambang Wilugangga, masing-masing terbunuh oleh panah Adipati Karna serta Prabu Salya. Gugurlah beberapa pendekar bangsa. darahnya membasahi ibu pertiwi.
Tetapi bukan hanya Abimanyu apabila tak dapat menangani serangan empat raja sakti dari beragam penjuru. Licin seperti belut, Abimanyu menghindari serangan bergelombang dengan senjata ditangan masing masing lawannya.
Kelihatanlah kemampuan masing masing pihak.

Selang beberapa saat, saat pedang Mahameya terpental lantaran lengannya terpukul Abimanyu, seketika itu pula senjata Kyai Pulanggeni milik Abimanyu menusuk lambungnya. Robohlah Mahameya tersungkur ke bumi. Satu lawan kembali roboh. Tiga lawan yang masih bersisa menjadi ciut nyalinya. Gerakan mereka makin tak terkendali. Satu demi satu, Abimanyu berhasil membunuh lawan-lawan tangguhnya : Swarcas, Satrujaya, dan terakhir adalah Suryabasa

Pandita Durna benar-benar mengagumi akan kegagahan dan keberanian  prajurit muda belia itu.
Selekasnya di panggilnya Sangkuni serta Adipati Karna dan Jayadrata. Sesudah mereka menghadap, Pandita Durna menguraikan karti sampeka akal akalannya. Dia menyuruh supaya pihak Kurawa mengibarkan bendera putih untuk sinyal tanda menyerah. Kemudian, dimintanya Basukarna untuk maju serta merangkul Abimanyu seperti seseorang ayah terhadap anaknya.

Sesudah siasat itu sukses dikerjakan, sesaat kemudian, Jayadrata melakukan perannya dengan memanah punggung Abimanyu. Tindakan yang licik dan tidak ksatria. Saat itu juga, muncratlah darah dari punggung Abimanyu. Tidak tega Basukarna melihat keponakannaya bersimbah darah, saat itu juga dia undur kebelakang serta melaporkan kesuksesannya pada pandita Durna

Sepeninggal Adipati Karna, selekasnya Durna memberikan aba-aba untuk kembali menyerang. Tetapi Abimanyu tidaklah gentar, ia makin bergerak maju menyambut serangan.

Melihat lawannya terkena panah yang  menancap di punggungnya, aba aba keroyok bersahut sahutan dari pihak Kurawa. Dari jauh anak panah lain dilepaskan oleh warga Kurawa, ada pula yang menghunjamkan  tombak serta nenggala dan trisula bertubi tubi. Dalam kurun waktu singkat, semua jenis senjata menancap ditubuh satria muda itu.

Tetapi hebatnya satria muda yang terluka parah ini tetap maju dengan amukannya. Dari  jauh gerakan sang prajurit muda itu seperti gerak seekor landak, saking banyaknya anak panah serta tombak yang menancap di sekujur badannya. Jadi apabila digambarkan lebih jauh lagi, ujud dari satria tampan ini seperti penganten tengah diarak. Kepala yang penuh senjata seperti karangan bunga yang terangkai sedangkan badannya seperti kembar mayang yang melingkari raganya. Ada beberapa senjata tajam mengiris perutnya. Usus yang memburai yang disampirkan pada duwung yang terselip di pinggangnya, seperti untaian melati menghiasi pinggang.

Dilain pihak, dalam pikiran Abimanyu teringat  sumpahnya saat menghindar dari pertanyaan istri pertamanya, Retna Siti Sundari, saat berprasangka buruk bahwasa sang suami telah beristri lagi. Sumpah yang diiringi gemuruh petir, bahwasanya apabila ia berlaku poligami, maka bolehlah orang senegara meranjap badannya dengan senjata apa pun.

Waktu itu ia terlepas dari tuduhan Siti Sundari, tetapi sesudah Kalabendana raksasa boncel lugu, paman Raden Gatutkaca, mengungkapkan rahasia perkawinannya dengan Putri Wirata, kusuma Dewi Utari, pada akhirnya terbuka juga rahasia yang semula tertutup rapi. Walaupun tidak terjadi peristiwa apapun juga pada waktu itu, namun sumpah tetaplah sumpah. Dan inilah bayaran atas sumpahnya pada waktu itu.

Syahdan, Retna Siti Sundari yang cuma diiring oleh abdi emban menyusul ke peperangan,  berbarengan dengan gugurnya sang suami terkasih. Oleh istri tuanya, Utari tak diperkenankan pergi bersamanya, karena telah mengandung tua.Pun juga ibu mertuanya yaitu Wara Sembadra melarang pula Utari untuk pergi

Saat terdengar teriakan gemuruh menyebutkan Abimanyu sudah gugur, jantung wanita muda ini semakin berdegup kencang. Ia selekasnya lari ketengah palagan tiada menghiraukan bahaya yang mengintip di antara tajamnya kilap bilah-bilah pedang serta runcingnya ujung tombak. Sesampai dihadapan jenasah suaminya yang tetancap beberapa ratus anak panah. Tak terbayang pada mulanya bakal keadaannya yang demikian mengenaskan, Siti Sundari lemas serta lalu tidak sadarkan diri. Situasi rasa sedih jadi tambah mencekam dengan pingsannya sang istri prajurit muda itu.

Sebentar kemudian setelah Retna Siti Sundari tersadar dari siuman,  selekasnya dia menghunus patrem, keris kecil yang terselip dipinggangnya. Dihujamkan senjata itu ke ulu hati. Selekasnya arwah sang prajurit muda, Abimanyu, menggandeng tangan sukma istrinya, mengajaknya melalui tangga tangga kesucian kekal menuju swargaloka. Raga sepasang suami istri muda belia itu tergolek berdampingan. Mereka sudah kembali ke pangkuan ibu pertiwi.

Karakteristik Dewi Drupadi

Karakteristik Dewi Drupadi
Karakteristik Dewi Drupadi


Dewi Drupadi merupakan puteri sulung Prabu Drupada, Raja Cempalaradya. Nama yang lain yaitu Dewi Krisna, Dewi Yajnaseni, atau mungkin Dewi Pancali. Sesudah dewasa, ayahnya mengadakan  sayembara untuk mencarikan jodoh buatnya. Ada dua versus sayembara. Versus pertama yaitu versus Mahabarata, dalam sayembara ini diumumkan, barangsiapa bisa mementang Gendewa Pusaka, yakni busur panah punya Kerajaan Pancala, bakal dikawinkan dengan Dewi Drupadi. Dalam sayembara ini, sesungguhnya Basukarna sukses mementangkan Gendewa Pusaka, namun sebelum saat Karna memakai untuk memanah tujuan yang ditetapkan, Dewi Drupadi berucap, bahwa dia tidak bisa menikah dengan orang yang bukan keturunan dari bangsawan. Mendengar perkataan itu dengan muka merah Basukarna segera jalan keluar istana. Arjuna lah yang pada akhirnya memenangkan sayembara ini.

Versus yang kedua yaitu versus yang umum dipergelarkan dalam pewayangan. Sayembara ini mengatakan bahwasanya barangsiapa bisa menaklukkan Patih Gandamana maka dia memiliki hak memboyong Dewi Drupadi. Pada akhirnya yang sukses memenangkan sayembara ini yaitu Bima. Bima turun gelanggang serta sukses menaklukkan Patih Gandamana. Mendekati waktu ajalnya, Patih Gandamana mewariskan aji Wungkal Bener serta Bandung Bandawasa pada Bima. Saat itu Bima turut dalam sayembara mewakili kakaknya, Puntadewa. Menurut versus Mahabarata, Dewi Drupadi pada akhirnya jadi istri ke lima Pandawa, namun lantaran hal semacam ini tak umum menurut budaya Nusantara, Dewi Drupadi cuma menikah dengan Puntadewa.  Dewi Drupadi yang disebut titisan Dewi Srigati ini senantiasa turut dalam beragam duka serta derita beberapa Pandawa. Dari pernikahannya dengan Puntadewa, Dewi Drupadi memiliki seseorang anak bernama Pancawala.

Dewi Drupadi merupakan simbol wanita yang setia serta tahan banting terhadap semua jenis penderitaan, walau sebenarnya dia puteri Raja. Sesudah menikah dengan Puntadewa, tiada pernah sedilitpun mengeluh. Dewi Drupadi sempat melakukan hidup sebagai pengelana dengan keluar masuk rimba. Mereka cuma hidup dari pemberian orang, lantaran pada saat itu beberapa Pandawa tengah melakukan hidup  brahmana, sesudah momen Bale Sigala-gala. Dewi Drupadi baru bisa hidup lumrah layaknya seorang permaisuri, saat Pandawa usai membangun Kerajaan Amarta. Tetapi kewajaran itu tak berjalan lama, lantaran Pandawa harus kalah dalam permainan judi dadu, yang disebabkan siasat licik dari Patih Sangkuni.

Tetapi selain beberapa watak baiknya, Dewi Drupadi juga memiliki karakter yang kurang baik, yaitu berlidah tajam. Tak hanya sempat menyinggung perasaan Basukarna dengan menyampaikan tak sudi kawin dengan orang yang bukan  kelompok bangsawan, dia juga menghina Prabu Duryudana yang disebutkan sebagai anak orang buta. Lantaran perlakuan Drupadi yang seperti itu, maka saat Pandawa kalah dalam permainan dadu, Adipati Karna melampiaskan dendamnya dengan memanas-manasi Dursasana supaya menelanjangi Drupadi, sedang Prabu Duryudana tertawa senang melihat Drupadi dipermalukan dihadapan beberapa orang. Dihadapan beberapa Pandawa, putri Raja Cempala yang juga permaisuri Raja Amarta itu diseret Dursasana dengan menarik rambutnya. Lalu dihadapan orang ramai, Dursasana menarik kain yang dikenakan Dewi Drupadi, tetapi dengan cara yang gaib tiba-tiba senantiasa nampak kain baru yang menyelimuti badannya. Itu seluruhnya karena pertolongan Batara Darma, Dursasana yang berkali-kali menarik kain Dewi Drupadi akhirnya jatuh kelelahan dan tidak berhasil menelanjangi Drupadi. Saat tersebut Dewi Drupadi bersumpah tak akan lagi menyanggul rambutnya sebelum  dikeramas dengan darah Dursasana. Sumpah Dewi Drupadi pada akhirnya terwujud, dalam Baratayuda, Bima sukses membunuh Dursasana serta merobek dada lawannya itu lalu menghirup darahnya. Dengan mulutnya Bima membawa darah Dursasana untuk diberikan pada Drupadi buat keramas rambutnya.

Sesudah usai  pembuangan di rimba Kamiyaka sepanjang 12 tahun, Pandawa serta Dewi Drupadi masih juga hidup menyamar sepanjang satu tahun. Saat bersembunyi di Kerajaan Wirata, Dewi Drupadi menyamar menjadi dayang istana yang melayani permaisuri Raja, dia menggunakan nama samaran Malini atau mungkin Sairandri. Pada saat beberapa Pandawa mengadakan perjalanan kelana untuk menjemput kematian, Dewi Drupadi mengikuti mereka. Nyatanya dalam perjalanan itu, Drupadi lah yang lebih dahulu mati. Lidahnya yang tajam serta sempat melukai hati sebagian besar orang,  dianggap sebagai dosa paling besar oleh Batara Yamadipati.

Rabu, 26 Februari 2014

Cerita Wayang Shinta Obong

Cerita wayang Shinta obong

shinta obong

Alkisah sesudah lewat perjuangan berat, serta mengorbankan sedemikian banyak nyawa, akhirnya Ramapun mampu memenangkan pertempuran melawan Rahwana. Pertempuran antara mati dan hidup untuk memperoleh Shinta kembali. Pertempuran yang menguras waktu, tenaga, nyawa, dan pikiran.

Detik-detik saat Rama harus menerima kedatangan Shinta kembali, tiba-tiba muncullah sebersit kecurigaan dalam diri Rama tentang kesucian Shinta. Masihkan Shinta yang dia cintai belum ternoda oleh Rahwana, mengingat telah belasan tahun Rahwana menyekapnya di dalam istana Alengka. Sakit hati Shinta menyaksikan keraguan Rama, kekasih hatinya atas kesuciannya. Tak disangka, pria yang siang malam selalu dirindukannya begitu tega menyangsikan dirinya.

Akhirnya dengan tekad untuk membuktikan kesetiaannya, Shinta pun memutuskan untuk melakukan upacara obong. Upacara membakar diri. Ingin dia tunjukkan pada Rama, suaminya sekaligus kekasih hatinya bahwa dirinya selama ini masih suci belum tersentuh sedikitpun. Walau Rahwana terus membujuk dan merayunya!

Akhirnya, atas perintah Shinta, para punggawa istana menumpuk kayu hingga menggunung di halaman istana. Punggawa istana membakar tumpukan kayu tersebut. Sesaat kemudian, keluarlah api yang panas serta dahsyat. Banyak orang tidak berani mendekat karena panasnya api yang bergelora.

Shinta dengan langkah yang anggun dan gemulai, membusungkan dadanya, mendekati kobaran api yang makin lama makin membara. Shinta berdiri tenang di ujung tangga di dekat api yang berkobar. Dipandangnya satu demi satu orang yang hadir disana. Ketika tatapannya beradu dengan Rama,dipandangnya dengan tajam mata Rama...Ada yang menjerit dalam dada Shinta, kenapa masih juga Rama tidak percaya pada kesuciannya. Shinta tersenyum, meski luka dan pedih hatinya terasa. Beberapa orang yang melihatnya, menyayangkan bila tubuh mulus itu hancur lebur dimakan api. Hampir semua orang yang hadir berharap Shinta mengurungkan niatnya. Merekapun mengharapkan agar Rama memberikan perintah agar Shinta tidak lagi melanjutkan tindakan nekat itu.

Saat api sudah membesar serta ada pada titik yang paling panas, Shinta melihat berkeliling sekali lagi lalu dengan hati yang mantap dia melompat ke arah api yang membesar! Sesaat saja, tumpukan kayu serta lidah api yang ganas itu menelan badannya yang indah.Api berkobar membumbung tinggi keangkasa. Rama terkesiap. Matanya berkaca-kaca. Bagaimanapun Shinta adalah istrinya.Belahan jiwanya. Tak tega dia melihat wanita yang dicintainya terbakar lebur bersama api. Seluruh orangpun berteriak, menahan nafas serta beberapa menutup mukanya tak kuasa melihat adegan itu

Beberapa waktu kemudian, ketika nyala api sudah menyurut, tiba-tiba tampaklah sesosok bayangan wanita cantik  berdiri tegap di tengah bara api yang berserak.Dialah Shinta ! Shinta tak terbakar tertembus api ! Shinta tetap utuh dengan senyum tersungging yang sama seperti ketika dia mulai terjun kedalam api! Yah, Shinta ! Dia masih hidup dengan tubuhnya yang bercahaya. Semua orang memandangnya ternganga tak percaya. Seketika itu pula, Rama langsung berlari menghambur memeluk sang istri tercinta. rama menangis dan menyesali keraguannya yang bodoh. Sungguh, nyatanya Shinta tetap masih melindungi cinta dan kesetiaannya.Sebuah kesetiaan yang tiada tara !

Pembuktian sudah dikerjakan. Shinta terus suci, hati serta badannya. Mungkin sesudah Shinta Obong, tak lagi ada lagi pembuktian kesetiaan seperti yang diperlihatkan oleh Shinta. Kesetiaan memanglah suatu hal yang mahal harganya. Dan tidak semua orang bisa melakukannya. 

Sabtu, 22 Februari 2014

Mengenal Karakter Wayang Hanuman

Mengenal karakter wayang Hanuman

mengenal karakter wayang Hanuman

Wayang adalah seni pertunjukan boneka bayangan yang popular di pulau Jawa serta sekitarnya. Pertunjukan wayang sejak awal pementasannya di tanah Indonesia, telah mempunyai banyak dampak beragam agama serta budaya di Indonesia seperti agama Hindu serta Islam. Tidak ada bukti yang mrnunjukkan wayang sudah ada sebelum saat agama Hindu menyebar di Asia Selatan

Mengenal karakter wayang Hanuman - Diprediksikan seni pertunjukan dibawa masuk oleh pedagang India. Tetapi kejeniusan lokal serta kebudayaan yang ada sebelum saat masuknya Hindu menyatu dengan perubahan seni pertunjukan yang masuk mewarnai sendiri pada seni pertunjukan di Indonesia. Saat agama Hindu masuk ke Indonesia serta menyesuaikan kebudayaan yang telah ada, seni pertunjukan ini jadi media efisien menyebarkan agama Hindu. Pertunjukan wayang memakai narasi Ramayana serta Mahabrata. Begitu juga waktu masuknya agama Islam, untuk menyebarkan Islam, berkembang juga wayang Sadat yang mengenalkan nilai-nilai Islam.

Satu diantara ciri-ciri yang populer dari pementasan wayang Ramayana yaitu ciri-ciri Hanoman. Hanoman atau mungkin bisa dimaksud Hanuman, yaitu satu diantara dewa dalam keyakinan agama Hindu, sekalian tokoh protagonis dalam narasi Ramayana. Dalam narasi Ramayana, Ia digambarkan untuk seekor kera putih yang disebut putra Batara Guru serta Anjani.

HANUMAN,  tokoh wayang populer dalam seri Ramayana, yang dalam Wayang Purwa juga kerap nampak dalam kisah-kisah Mahabarata. Ia berujud kera berbulu putih. Ibunya yaitu Dewi Anjani, sedang ayahnya Batara Guru. Pada waktu Ramawijaya mengerahkan bala tentara kera menyerbu Kerajaan Alengka untuk membebaskan Dewi Sinta yang diculik Prabu Dasamuka, Anoman melakukan tindakan sebagai senapati.

Dalam pewayangan, cerita kelahiran Anoman dikisahkan seperti berikut : Saat satu waktu Batara Guru tengah terbang melalang diatas Telaga Nirmala, ia melihat seseorang wanita muda tengah melakukan tapa kungkum. Dewi Anjani namanya.Ketika melihat badan wanita muda itu, Batara Guru tak bisa menahan birahinya serta jatuhlah kama benihnya, menimpa sehelai daun asam muda yang mengapung di permukaan telaga. Daun asam muda yang oleh orang Jawa dimaksud sinom itu tenggelam terbawa arus serta pada akhirnya tertelan oleh Dewi Anjani. Saat itu juga Dewi Anjani hamil. Lantaran tak merasa pernah disentuh oleh pria, Dewi Anjani langsung menuntut Batara Guru untuk bertanggungjawab atas kehamilannya.

Kelahiran Anoman ditandai dengan gempa bumi yang melanda dunia. Gunung-gunung meletus, badai serta air bah berlangsung di mana-mana. Beberapa dewa selekasnya mengutus sebagian bidadari untuk membantu persalinan Dewi Anjani. Setelah Anoman lahir, beberapa bidadari membawa Dewi Anjani serta bayinya ke kahyangan. Atas perkenan beberapa dewa, setelah melahirkan anaknya, wujud Dewi Anjani berubah seperti sediakala, yakni cantik jelita.. Sepanjang bekas hidupnya ia juga diperkenankan hidup di kahyangan untuk bidadari. Batara Guru memberikan nama Anoman pada bayi kera berbulu putih bersih itu serta memerintahkan pada Batara Bayu untuk mengasuhnya. Untuk itulah mengapa Anoman juga bernama Bayusuta atau mungkin Bayutanaya, Maruti atau mungkin Marutaseta. Hal ini dikarenakan Hanuman pernah diasuh oleh Batara Bayu.

Dalam pertempuran kisah Rama dan Dewi Shinta, ketika Rama kewalahan menandingi Rahwana yang mempunyai Aji Pancasunya, yakni kekuatan untuk hidup kekal, Wibisana meminta tolong kepada Hanuman untuk menolong Rama. Hanoman lalu mengangkat Gunung Ungrungan untuk ditimpakan diatas mayat Rahwana saat Rahwana barusan tewas di tangan Rama untuk kesekian kalinya. Lihat kelancangan Hanoman, Rama juga menghukumnya supaya melindungi kuburan Rahwana. Rama meyakini bila Rahwana tetap hidup dibawah gencetan gunung itu, serta setiap waktu dapat melepaskan rohnya untuk membikin kekacauan lagi didunia.

Beberapa tahun setelah Rama wafat, roh Rahwana melepaskan diri dari Gunung Ungrungan lalu pergi ke Pulau Jawa untuk mencari reinkarnasi Sita, yakni Subrada adik Kresna. Kresna sendiri merupakan reinkarnasi Rama. Hanoman menguber serta bersua Bima, adiknya sesama putera angkat Bayu. Hanoman lalu mengabdi pada Kresna. Ia juga sukses menangkap roh Rahwana serta mengurungnya di Gunung Kendalisada. Di gunung itu Hanoman melakukan tindakan sebagai pertapa.

Rangkuman yang bisa di ambil dari ciri-ciri Hanoman tersebut diatas yakni janganlah kenal menyerah untuk mencapai suatu tujuan. Serta bersikap untuk selalu setia .. Hal semacam ini pastinya juga harus di dukung dengan kekuatan yang cukup yang sudah pasti tidak didapat dengan usaha yang gampang. Kekuatan yang cukup kerapkali jadi kunci keberhasilan dalam menggerakkan pekerjaan apa pun.


Senin, 17 Februari 2014

Mengenal Sosok Wayang Dewi Shinta


Mengenal Sosok Wayang Dewi Shinta

Dewi Shinta


Shinta merupakan puteri dari seorang bidadari bernama Batari Tari atau  Kanun isteri dari Rahwana. Konon, Shinta adalah titisan dari Btari Widawati istri dari Dewa Wisnu.

Pada bulan ke-7 Kanun yang tengah “mitoni” kehamilannya, tiba-tiba membuat geger istana Alengka, lantaran bayi yang  dikandung itu diramalkan oleh beberapa pendeta yang ada dalam pesta,  bakal jadi “isteri” Rahwana (ayahnya sendiri). Rahwana naik pitam. Ia bangkit dari singgasananya serta berkeinginan  memenggal kepala Kanun. Namun sebelum  terwujud tiba-tiba Rahwana membatalkan niatnya karena berpikir siapa tahu anaknya akan menjadi anak yang cantik. Dengan demikian, diapun akan bersedia untuk menikah dengannya.

Benar saja, dikala Rahwana tengah dinas luar, permaisurinya melahirkan seseorang bayi wanita dengan wajah yang amat cantik bercahaya laksana bulan purnama. Wibisana (adik Rahwana) yang suci serta penuh dengan perikemanusiaan itu, selekasnya mengambil bayi itu serta dimasukkan ke dalam ketupat Sinta, lalu dilabuhkan ke dalam sungai. Cuma Dewa lah yang dapat menolongnya, begitulah pikir Wibisana. Ia selekasnya membuat mega mendung yang hitam menjadi seseorang bayi lelaki yang nantinya bakal bernama Megananda atau  Indrajit.

Syahdan seorang pertapa bernama Prabu Janaka dari negeri Mantili, memohon pada dewa supaya dianugerahi keturunan. Begitu terkejutnya dia saat membuka mata, mendengar tangis bayi dalam ketupat yang sedang tenggelam terapung di sungai. Bayi itu diambilnya dengan senang dibawanya pulang diangkat sebagai anaknya. Lantaran bayi itu diketahui berada didalam ketupat Sinta, maka ia diberinya nama Sinta. Setelah berusia 17 tahun Sinta membikin geger semua pemuda, baik taruna-taruna dalam negeri ataupun luar negeri karena kecantikannya.

Suatu hari, dibuatlah sayembara. Siapa saja yang dapat menarik busur raksasa pusaka negara Mantili, akan menjadi jodoh Sinta.
Ramawijaya yang tengah berguru pada Brahmana Yogiswara, disarankan untuk mengikuti sayembara. Jelas saja, Rama sukses, lantaran ia merupakan titisan Wisnu . Pertunangan serta perkawinan sekalian disemarakkan dengan pesta pora, baik dinegeri Mantili ataupun di Ayodya. Tetapi nasib kurang baik untuk mereka berdua, ketika menikmati bulan madu, tiba-tiba mahkota kepunyaannya diminta  oleh Kekayi, ibu tiri Rama.

Dasarata Bapak Rama disuruh agar menyerahkan mahkota pada Bharata (adik Rama). Selain itu Rama, Sinta dan Laksmana mesti meninggalkan istana masuk rimba belantara selama 13 tahun lamanya.

Dalam pembuangan di rimba, Sinta tidak kuasa menahan hasratnya untuk menguasai Kijang Kencana yang menggodanya, yang tidak seharusnya dipunyai oleh seseorang yang tengah prihatin. Apa yang gemerlapan itu, awal mulanya disangkanya akan membahagiakan dirinya, namun malah sebaliknya. Bukan hanya Kijang Kencana yang bisa ditangkap, namun terlebih ia di tangkap serta ditawan oleh nafsunya sendiri, yang diwujudkan dalam bentuk Rahwana. Secara singkat ia diruda paripaksa, dimasukkan sangkar emas di Alengka lebih kurang 12 tahun lamanya.

Suatu saat, Rahwana berhasil dikalahkan oleh Raden Ramawijaya, hingga terbebaslah Dewi Shinta dari belenggu Rahwana.Namun, tidak hanya sampai disitu saja penderitaan Shinta. Setelah terbebas, dia masih dicurigai kesuciannya oleh suaminya sendiri Ramawijaya. Maka untuk menunjukkan bahwasanya sepanjang dalam penguasaan Raja Alengka itu Sinta belum ternoda, Shinta membuktikan diri dengan terjun kedalam api. Oleh para dewa kahyangan, Shinta diselamatkan dari amukan api yang berkobar. Loloslah Shinta dari ujian kesucian.

Dari cerita tersebut diatas, dapatlah ditarik kesimpulkan : bahwa orang yang mengejar sesuatu hal hanya dengan mengandalkan hawa napsunya dan tidak waspada, maka apa yang dia anggap akan membahagiakan dirinya itu malah justru akan mencelakakannya. Walahualam bishawab.


Sabtu, 15 Februari 2014

Mengenal Sosok Wayang Btari Durga

Btari Durga dalam wayang Purwa

Mengenal Sosok Wayang Btari Durga


Batari Durga pada awalnya bernama Dewi Uma atau Dewi Umayi. Ia benar-benar cantik jelita.
Dewi Umayi sesungguhnya putri hartawan dari negeri Merut yang dipersembahkan kepada batara Guru. Suatu hari Batara Guru serta Dewi Umayi berpesiar dengan menaiki lembu Andini. Dalam tamasya terbang di angkasa, Sanghyang Guru timbul hasrat asmaranya mau bersengama diatas punggu lembu Andini, namun Dewi Umayi menampik untuk melindungi kehormatannya sebagai ratu dari demikian bidadari di kahyangan.

Penolakan Dewi Umayi hanya mau melindungi kewibaan Batara Guru supaya tak melakukan hasrat asmaranya di sembarang tempat. Lantaran Batara Guru memaksa, maka Dewi Umayi menyabda bahwasanya hasrat suaminya itu melebihi hasratnya raksasa, saat itu juga Batara Guru mempunyai taring serta bergelar Sanghyang Randuwanda.
Sedang bathara Guru juga karena sangat geramnya, mengutuk Dewi Umayi menjadi raksesi.

Lantaran besarnya nafsu rahsa Sanghyang Randuwanda, hingga kamanya (sperma) meloncat jatuh ke dalam samodera, yang pada akhirnya berubah menjadi bola api raksasa, yang makin lama bola api tersebut menjadi raksasa. Nantinya bayi raksasa itu menyebabkan kegoncangan di kahyangan hingga para Dewa tidak sanggup menghadapinya. Oleh Sanghyang Guru, raksasa sakti tadi dinamakan Batara Kala.

Betara Durga dititahkan menjadi istri Betara Kala. ia memperoleh pekerjaan merajai beberapa gandarwa, setan serta makhluk halus yang jahat yang lain. Sedang perkawinannya dengan Batara Kala, menurunkan Kala Yawana, Kala Durgangsa, Jaramaya, Ranumaya serta ada banyak lagi putra-putra yang lain.

Watak Batari Durga benar-benar jahat lantaran ia mengemban pekerjaan menggoda orang yang baik budi. Dalam pewayangan, wujud atau  wanda Batari Durga ini diberi nama wanda Rangkung.
Betara Durga bertakhta di Setragandamayit, yang bermakna tempat pengasingan berbau mayat.

Betari yaitu sebutan untuk seseorang Dewa wanita. Betari Durga bermuka raksasa, bermata iblis, berhidung dempak, bermulut bernyih. Bersanggul putri keling dengan garuda membelakang. Berkalung ulur ulur (berantai). Tangannya bergelang pontoh serta keroncong serta cuma tangan depan yang dapat digerakkan. Untuk tanda kemuliaannya, sisi bawah tubuhnya dihiasi dengan bunga-bunga.

Ketika pecah perang Baratayuda, Batari Durga sempat dimintai tolong oleh Dewi Kunti, supaya membinasakan gandarwa Kalantaka serta Kalanjaya. Kedua gandarwa sakti itu meneror keselamatan Pandawa, lantaran mereka akan menolong Kurawa. Batari Durga bersedia memenuhi keinginan Kunti, dengan prasyarat ibu beberapa Pandawa itu mesti menyerahkan Sadewa untuk kurban. Dewi Kunti tak mampu memenuhi keinginan Betari Durga itu. Tetapi nyatanya pada akhirnya Batari Durga bisa sembuh kembali jadi bidadari cantik sesudah diruwat oleh Sadewa, salah seorang  kembar dari keluarga Pandawa. Sadewa mampu meruwat Batari Durga sesudah badannya disusupi oleh Batara Guru. Momen itu diceritakan dalam lakon Sudamala atau  Murwakala.

Meskipun pada Wayang Purwa tokoh Batari Durga kerap dilukiskan jahat, bengis, serta menakutkan, sebagian sekte agama di India, terlebih di lokasi utara, Durga dipuja sebagai dewi pelindung. Mereka yakin Durga yaitu Dewi Penolong untuk orang yang tengah terkena musibah atau mungkin menanggung derita lantaran satu perlakuan yg tidak adil.

lakon Durga yang paling populer tetaplah cerita heroiknya yang sukses menaklukkan Mahisasura, raja raksasa berupa banteng besar yang sudah lama mengganggu kehidupan beberapa dewa. Durga yaitu dewi yang terhukum lantaran kesetiaannya. Karakternya memanglah beralih berbarengan dengan bentuk fisiknya. Tetapi sesungguhnya, seperti tokoh epos Mahabharata lain, Durga tak hitam atau mungkin putih. Ia garang, namun ia juga pelindung. Ia korban, namun ia juga bertahan.


Btari Durga

Kamis, 13 Februari 2014

Mengenal Wara Sembadra Dalam Wayang Purwa

Mengenal Wara Sembadra Dalam Wayang Purwa


Wayang adalah satu diantara bentuk kebudayaan Indonesia yang berkembang di Jawa. Tiap-tiap orang Jawa, pasti  tak asing lagi dengan pertunjukan, ataupun cerita-cerita wayang. Terlebih, narasi tentang wayang Mahabharata serta Ramayana yang cukup populer.

Dewi Wara Sembadra

Dewi Sembadra dalam pewayangan Jawa adalah satu diantara tokoh utama dalam Wiracarita Mahabharata. Ia adalah puteri dari Prabu Basudewa (Raja di Kerajaan Surasena), serta  saudara tiri dari Krishna . Subadra (Dewi Sembadra dalam bahasa Jawa) merupakan penjelmaan dari Dewi Sri. Dia adalah istri pertama dari Arjuna (putra Pandu ketiga), serta ibu dari Abimanyu.

Dalam budaya pewayangan Jawa, Sembadra dikenal sebagai putri yang anggun, lembut, tenang, setia serta patuh pada suaminya. Ia adalah sosok ideal priyayi putri Jawa. Subadra yang pada saat kecil bernama Rara Ireng memiliki dua orang kakak yakni Kakrasana yang lalu jadi raja Mandura bergelar Prabu Baladewa serta Narayana yang lalu jadi raja di Dwarawati dengan gelar Prabu Sri Batara Kresna.

Setelah dewasa, Rara Ireng bernama Dewi Wara Sumbadra, dianggap sebagai bangsa Bidadari, hingga ada ungkapan dalam bahasa Jawa : sekethi kurang sawiji, sepuluh laksa kurang satu tentang jumlah banyak Bidadari di Kahyangan dan kekurangan itu dilengkapi oleh Sembadra sebagai bidadari yang kesepuluh.

Pada saat masih kanak-kanak, Rara Ireng berwajah buruk, berkulit hitam, berambut jarang dan kemerah-merahan. Setelah dewasa, wajahnya berangsur-angsur menjadi cantik. Bahkan jika dia berkumpul dengan putri-putri yang terkenal kecantikannya, Rara Ireng bakal menjadi yang paling cantik diantara mereka

Dewi Wara Sumbadra sempat bertukar rupa menjadi seseorang lelaki yang benar-benar sakti, namun pada akhirnya dikalahkan juga oleh Arjuna.

Pada saat kerajaan Madura rusak oleh perbuatan Kangsa, Wara Sembadra bersembunyi di desa Widarakandang. Lantaran ketahuan Kangsa, Rara Ireng melarikan diri serta meninggalkan negara Mandura, namun tersusul juga oleh tentara raksasa. Untunglah Wara Sembadra masih sempat menyelamatkan diri.


Rara Ireng bersanggul, bersunting waderan, berjamang serta berpontoh, namun sesudah dewasa cuma berjamang serta tidak bergelang dan berhiasan lain-lainnya.

Dikisahkan, pada saat Raden Burisrawa bertemu Sembadra pertama kali di pesta pernikahan Raden Kakrasana, Raden Burisrawa langsung terpikat hatinya dan ingin menjadikannya istrinya. Raden Burisrawa bersumpah tidak akan pernah menikah jika tidak dengan Wara Sembadra.Namun, kenyataan berkata lain. Dewi Wara Sembadra sama sekali tidak pernah mencintai Raden Burisrawa. Bahkan bersumpah lebih baik mati jika harus menikah dengan Raden Burisrawa.

Didalam lakon Sumbadra Larung, saat tengah malam Sumbadra pergi mandi, di tengah jalan ia dihadang oleh Burisrawa yang lantaran benar-benar jatuh cinta datang mendekati Sumbadra, namun Sumbadra  tidak ingin didekati. Hal mana membuat Raden Burisrawa jengkel dan marah. Akhirnya dia mencabut keris dan menakut-nakuti Sembadra. Tapi apa lacur. Sembadra justru lari menghampiri keris tersebut dan menusukkan dadanya kearah keris yang terhunus. Matilah Sembadra pada saat itu juga. Atas nasehat Prabu Kresna, akhirnya mayat Sembadra dilarung, dihanyutkan dalam perahu di Bengawan Silungangga.


Rara Ireng bermata jaitan, berhidung mancung, bermuka tenang. Bersanggul keling serta beberapa rambut terurai. Berjamang serta bersunting waderan. Bergelang serta berpontoh. Setelah jadi Wara Sumbadra, putri ini tidak ingin lagi mengenakan pakaian serba keemasan serta tidak ingin juga memakai mutu manikam.

Sumbadra berwanda : 1. Lentreng, 2. Parem, serta 3. Rangkung. Wanda yang ketiga ini karangan Sri Sultan Agung.




Rabu, 12 Februari 2014

Parikesit Jumeneng Ratu

Parikesit Jumeneng Ratu


parikesit jumeneng ratu

Raden Parikesit merupakan putera dari Raden Angkawijaya dengan Dewi Utari. Parikesit dilahirkan sesudah perang Baratayudha. Dia Benar-benar sangat disayangi oleh ke lima Pandawa. Pada saat ia  bayi selalu di cari oleh Aswatama, untuk dibunuh lantaran Parikesitlah yang dimasa akan datang bakal menguasai negeri Hastinapura. Namun dengan tidak disengaja, Parikesit menendang panah yang di taruh buat menjaganya dan seketika mengenai Aswatama. Tersungkurlah Aswatama hingga menemui ajal terakhirnya. Lalu, Parikesit bertahta sebagai raja di Hastinapura, bernama Prabu Kresnadipayana, seperti nama buyut, Prabu Kresnadipayana (Abyasa). Tokoh Parikesit terhitung wayang penutup dalam wayang Purwa. Kemudian disambung zaman Madya, juga bernama wayang Madya, serta Parikesit permulaan cerita dari wayang Madya.Parikesit terhitung cerita terakhir dari wayang Purwa, dan cuma sedikit memainkannya.

Parikesit memperoleh kehormatan berbentuk Kekuasaan serta “Power” tidaklah dia yang menginginkan apalagi berambisi untuk merebutnya. Sistem naik tahta Parikesit diawali jauh sebelum saat dia dilahirkan di muka bumi. Dalam cerita carangan pewayangan (bukan hanya versus asli Mahabarata Hindia), sekurang-kurangnya diawali dari kerja keras serta perjuangan berat Abimanyu saat masih menjadi  perjaka (Abimanyu yaitu bapak parikesit ) untuk memperoleh wahyu JayaNingrat (Cakra Ningrat?) anugerah dari Yang Maha Tunggal melalui beberapa dewa di kayangan. Konon, siapa saja yang memperoleh wahyu ini keturunan yang berkaitan bakal memperoleh keluhuran serta kejayaan dalam hidupnya. Saat berita bakal turunnya wahyu ini menyebar, maka beberapa kesatria berupaya dengan semua daya serta kemampuan yang dimilikinya untuk memperoleh wahyu itu. Tak terkecuali Lesmana Mandrakumara, anak Kurupati, Samba anak Kresna, serta Abimanyu putra Harjuna. Beragam halangan serta godaan mesti mereka hadapi baik godaan untuk menguji fisik berbentuk ketangkasan serta keprigelan olah kanuragan, siksaan batin dengan bertapa berbulan – bulan hingga godaan syahwat berwujud wanita penggoda nan cantik rupawan. Serta pada perebutan wahyu itu, Abimanyulah yang lalu memenangkannya

Tetapi lalu Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuda  lantaran melindungi Puntadewa yang diserang oleh pasukan Kurawa,Puntadewa yang merasa bersalah, sedih luar biasa atas tewasnya Abimanyu. Dalam penyesalan yang amat dalam in, dia bersumpah di hadapan seluruh jagad raya bahwa kelak setelah perang ini selesai dan jika Pandawa berhasil keluar sebagai pemenang, tiada lain yang patut naik tahta kerajaan dengan keluhuran dan kejayaan selain keturunan Abimanyu. Sumpah ini didengar seluruh jagad dan direstui Gusti Yang Maha Menentukan. maka hak akan tahta   berpindah ke tangan putera Abimanyu, yang kebetulan lahir bertepatan dengan usainya perang Bharatayuda. Sesaat tampuk pimpinan kerajaan Astina ada ditangan Puntadewa, lalu Prabu Baladewa atau  Begawan Curiganata ditugaskan untuk mendidik serta membina Parikesit sebagai putra mahkota.

Parikesit diangkat jadi Raja Astina lewat sistem pendadaran atau mungkin sistem kaderisasi serta pergantian yang disiapkan dengan cara masak. Suatu suksesi yang terpogram, damai, menawan serta tiada gejolak. Ajaran “Kautamaning Prabu” diberikan serta diwariskan oleh Pandawa pada Parikesit sampai sistem pergantian serta suksesi itu berjalan alami serta damai.

BENTUK WAYANG

Parikesit bermata jaitan, hidung mancung. Berjamang dengan garuda membelakang besar, bersunting. sekar kluwih, rambut terurai udalan. Berkalung putran bulan sabit. Bergelang, berpontoh serta berkeroncong. Kain katongan.

pada lakon parikesit jumeneng ratu, dia sempat  dimusuhi oleh pancawala lantaran pancawala cucu prabu puntodewo di hasut serta di profokatori oleh anaknya sangkuni bahwa dialah yang sebenarnya berhak bertahta menjadi raja atau ratu. Namun berkat pamongnya yakni semar, pada akhirnya dinasehati sehingga berakhir dengan aman dan tentram. Anak sangkuni di hukum mati dengan cara tangan kanan serta kiri diikat ke dua kuda dan badannya terbelah menjadi dua


Demikianlah perjalanan Parikesit hingga naik tahta kerajaan Hastinapura saat itu. Terbersit hikmah bahwa kekuasaan dan kejayaan seharusnya bukanlah jalan untuk kenikmatan dan kepuasaan pribadi yang perlu direbut dengan ambisi. Dan bahwa proses panjang perjuangan yang kita lakoni dalam hal apapun belum tentu akan kita pula yang mendapatkan balasannya secara langsung. Pandawa dan Abimanyu mengajarkan hal ini. Tugas, perjuangan dan apapun yang kita jalankan dengan hati bening dan tanpa ambisi seharusnya sudah merupakan hadiah dan keluhuran jika kita benar dalam menyikapinya.  Dalam agamapun, kita diajarkan untuk berjuang berusaha dan berdoa. Perkara hasil, bukan lagi domain kita. Bahkan dalam Islam, niat baik saja – belum lagi sampai kepada pelaksanaan niat baik – sudah diganjar dengan satu pahala. Bukti betapa proses itu sendiri sudah merupakan hadiah.

Wallahualam bissawab…

Sabtu, 08 Februari 2014

Mengenal Sosok Wara Srikandi Dalam Pewayangan

Mengenal sosok Wara Srikandi dalam Pewayangan

Wara Srikandi

Tersebutlah Dewi Amba yang tidak diterima cintanya baik oleh prabu Salva ataupun oleh Bisma.
Sesudah ia mawas diri, maka pada akhirnya sampailah pada satu pilihan serta putusannya yang mantap, yakni bertekat untuk membunuh Bisma. Dewi Amba selekasnya bersemadi memohon pada Sang Maha Agung untuk diberikan kesaktian supaya ia dapat membunuh atau mungkin sekurang-kurangnya membikin malu Bisma.

Nyatanya permintaannya dikabulkan oleh Dewata Agung. Ia memperoleh wisik, bahwasanya nantinya hidup tumimbalnya (inkarnasinya) bakal dapat menaklukkan serta membunuh Bisma. Siapakah inkarnasinya? Tak lain yaitu Wara Srikandi putri Prabu Drupada dari negeri Pancalaradya. Mendengar nada gaib itu, ia tidak senang serta tak sabar. Terlampau lama menanti waktu dimulainya bharatayudha. Karenanya ia pikir tak ada jalan lain baginya terkecuali  bunuh diri saja supaya segera mengalami hidup tumimbalnya. Dewi Amba selekasnya menempatkan api unggun di lembah. Sesudah api unggun menyala, lalu ia naik ke puncak menara serta terjun bebas  ke dalam lautan api, maka tamatlah riwayatnya. Sukmanya melayang mencari Wara Srikandi.

Syahdan, berbarengan dengan momen itu di negeri Pancalaradya Prabu Drupada habis dibikin malu serta dihina oleh Dahyang Resi Durna, betul-betul sakit hatinya. Dendam bercampur malu sudah meradang dalam hatinya. Ia pikir tidak ada jalan lain terkecuali ia  membalas dendam, sedikitnya membikin malu atau bahkan membunuh resi Durna secepatnya.

Ia minta tolong pada dua pendeta bernama resi Yodya serta Upayodya untuk bikin saji-sajian dengan cara ritual untuk memohon pada dewata supaya dianugerahi seseorang putra yang sakti hingga nantinya bisa menaklukkan resi Durna. Upacara keagamaan itu sudah komplit dengan sesajiannya selekasnya diawali. Sesudah upacara itu sudah jalan sebagian lama, bokor tempat bunga setaman yang dipergunakan upacara ritual itu tiba-tiba berisi seorang bayi yang cantik mungil serta telah dibekali dengan baju perang, juga ditangannya sudah memegang busur beserta anak panahnya. Saking senangnya, raja lalu mengangkat tinggi-tinggi bayi tersebut dan dinamakan Wara Srikandi. Dialah yang  nantinya akan menjadi prajurit wanita yang tangguh. Dan pada saat itu pula sukma Dewi Amba menitis pada Wara Srikandi.

Sedang api sesajinya beralih menjadi seseorang bayi lelaki yang tampan dan juga sudah dibekali dengan baju keprajuritan serta senjata ditangannya. Iapun diangkat jadi putranya serta dinamakan Drestajumena. Pada waktu itu pulalah sukma Prabu Palgunadi yang sudah tewas dibunuh oleh Durna menitis ke dalam badannya. Kelak, kelah Drestajumena-lah yang sukses membunuh resi Durna dalam peperangan Bharatayudha. Sedang Wara Srikandi titisan dewi Amba inilah yang dapat menaklukkan serta membunuh Resi Bisma.

Dewi Wara Srikandi dalam penampakan wayang kulit dilukiskan untuk tokoh dengan tampilan branyak (lanyap) dengan posisi muka langak, bermata liyepan, berhidung lancip (walimiring) serta bermulut salitan. Ia bermahkota gundulan dengan sinom yang menghiasi dahinya mengenakan jamang sadasaler dengan sumping prabangyungyung. sarira weweg (padat diisi) rambut ngore gendrong, mengenakan baju putren dengan smekan gadung mlati, pinjong dengan dodot bermotif semen jrengut seling gurda serta samparan kain panjang bermotif kawung. Tokoh ini banyak menggunakan atribut seperti kelatbahu serta gelang, namun dipertunjukkan polos. Dewi Wara Srikandi bermuka serta berbadan didik, wanda golek, nenes, patrem. Ada kalanya tampak dengan baju prajurit waktu jadi Senapati Agung dalam Perang Baratayudha.

Hasrat kuatnya untuk menguasai ketrampilan keprajuritan sudah membuatnya belajar tak mengetahui waktu.Itulah yang mengakibatkan semakin lama hubungan antara Arjuna dan Srikandi semakin dekat. Pada akhirnya merekapun saling jatuh cinta. Tetapi sebelum bersedia dinikahi, Wara Srikandi memberi syarat kepada Arjuna agar mencarikan wanita yang lebih pintar dan mengunggulinya dalam olah keprajuritan. Dengan saksi Prabu Kresna, Dewi Larasati sukses menaklukkannya. Oleh karena itu Dewi Srikandi dijadikan istri kedua.

Dalam perjalanan waktu, Srikandi yang cantik serta kenes itu menjadi prajurit handal Pancala. Srikandi tinggal di Ksatrian Madukara berbarengan isteri Arjuna yang lain, Sembadra serta Larasati. Disana ia menjadi penjaga keamanan ksatrian.

Dalam perang besar Bharatayuda, Srikandi menjadi Senopati Pandawa, serta sukses membunuh panglima perang Korawa, Bhisma. Sebenarnya Srikandi bukan  lawan setara Bhisma yang sakti. Namun sekelebat Bhismamelihat bayang Dewi Amba, wanita yang dicintainya dan dibunuhnya saat masih muda, hingga tak sadar panah Srikandi telah menembus jantungnya. Selesai perang besar Bharatayuda, Srikandi yg tidak mempunyai anak itu tewas dibunuh Aswatama yang menyelusup diam-diam ke perkemahan Pandawa.